Belum ada keping medali yang diraih Indonesia dari cabang angkat besi di Olimpiade London 2012 hingga Senin (30/7) siang waktu setempat.
Namun, aksi tiga lifter mungil dari pedepokan Pringsewu Lampung dan Bekasi tetaplah menggentarkan lawan dan memukau penonton. Citra Febrianti, Jadi Setiadi, dan Mohammad Hasbi memang kalah secara keseluruhan lomba. Namun, layak dicatat, mereka mencuri keunggulan di bagian tertentu perlombaan.
Minggu lalu, berlomba di kelas 53 kilogram putri, Citra (25) adalah salah satu pelanduk yang mengiringi tiga harimau dunia di kelas itu. Di kelas tersebut hadir Zulfiya Chinshanlo (Kazakhstan), juara dunia sejak 2010, lalu juara Asia yang mantan juara dunia yunior Hsu Shu-ching (Taiwan), dan juara Eropa Christina Iovu dari Moldova. Citra yang cuma setinggi 152 sentimeter datang ke arena angkat besi di ExCeL Arena, London, Inggris, sebagai kuda hitam.
Di akhir laga, ia berada di posisi keempat, dengan total angkatan 206 kg, angkatan terbaiknya selama ini. Perjuangan Citra menuju London menjadi perhatian besar.
Pasalnya, pada Kejuaraan Asia Angkat Besi di Pyeongtaek, Korea Selatan, April 2012, Citra pernah terjatuh dan tidak sadarkan diri di arena. Itu terjadi saat Citra melakukan angkatan clean and jerk. Tiba-tiba barbel terlepas dan ia terjatuh. Dokter yang bertugas di kejuaraan itu langsung menolong Citra. Napas buatan bahkan juga diberikan. Karena kondisinya itu, Citra lalu dibawa ke rumah sakit. Dokter menyatakan Citra kelelahan saja.
Kondisi fisik Citra itu membuat Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) Utama sempat khawatir. Namun, pelatih dan pemilik pedepokan angkat besi Gajah Lampung di Pringsewu, Imron Rosadi, memastikan bahwa Citra baik-baik saja. Citra siap mengalahkan lawannya.
Angkatan Citra pun melebihi prediksi Imron dan Satlak Prima. Semula, keduanya memprediksi, apabila di kelas 53 kg China menurunkan lifternya, Citra bisa masuk enam besar. Apabila lifter China tidak turun, peluang Citra adalah lima besar. Melihat daftar peserta, rival terberat Citra seperti yang diprediksi, yaitu Chinshanlo dan Hsu Shu-ching.
Berdasarkan catatan, angkatan total Citra di Pyeongtaek adalah 197 kg. Di Kejuaraan dunia Antalya Turki 2010, total angkatan Citra 201 kg. Di London, lifter kelas 53 kg putri itu membukukan angkatan total 206 kg.
”Luar biasa, angkatan Citra melebihi prediksi dan masuk empat besar,” ujar Koordinator Cabang Terukur Satlak Prima Utama Sebastian Hadi Wihardja dari London.
Ikut kata pelatih Berlaga di hadapan sekitar 6.000 penonton, Citra cuma punya satu rencana berlomba: mengikuti semua perintah pelatihnya.
”Saya cuma (bermodalkan) berani. Yakin, tetapi tetap mawas diri, dan apa yang disuruh pelatih saya ikuti,” kata Citra seusai perlombaan.
Ketaatan tanpa reserve itu ditunjukkan Citra saat pelatihnya, Eddy Santoso, mencoret angka 92 kg sebagai pilihan kesempatan terakhir (ketiga) angkatan snatch diubah ke 94 kg. Citra baru saja sukses mengusung barbel 91 kg. Namun, Eddy melihat Chinshanlo, Hsu, dan Iovu menaruh angka minimal 95 kg.
”Kalaupun dia bisa mengangkat 92 kg, itu tak ada gunanya. Jadi, saya taruh 94 kg,” kata Eddy. Ia mengungkapkan strategi agar Citra tetap bisa bersaing di babak kedua, angkatan clean and jerk. Citra memang gagal. Namun, dengan torehan 115 kg di clean and jerk, Citra mengakhiri lomba sebagai peringkat keempat sekaligus satu-satunya lifter non-peraih medali yang bisa mengusung barbel total di atas 200 kg dalam laga itu.
Emas diraih Chinshanlo si remaja 19 tahun (226 kg, di clean and jerk 131 kg yang menjadi rekor dunia dan olimpiade), perak diraih Hsu (219 kg), dan perunggu digenggam Iovu (219 kg, perunggu karena bobot badannya lebih berat daripada Hsu).
”Dalam semua perlombaan sebelumnya, Citra belum pernah angkat bobot seberat ini. Saat latihan memang dia bisa mengangkat di kisaran ini, tetapi dalam periode latihan berat tubuh atlet masih di atas berat badan saat kompetisi,” kata Eddy.
Beberapa jam sebelumnya, Jadi Setiadi, ayah tiga anak yang tingginya juga 152 sentimeter, berlomba di kelas 56 kg putra. Pelanggan juara SEA Games sejak 2003 itu turun di Grup B. Di angkat besi, lomba setiap kelas umumnya berlangsung dalam dua grup untuk mengurangi durasi perlombaan yang terlalu panjang sehingga melelahkan atlet akibat lama menunggu. Lifter yang mengajukan target angkatan yang lebih berat akan berlomba di Grup A (digelar sore) dan yang lebih ringan di Grup B.
Di grupnya, Jadi tampil luar biasa di babak angkatan snatch. Dia mengusung barbel 127 kg, 2 kg lebih berat daripada yang bisa diangkat lifter Korea Utara, Om Yun Chol, yang akhirnya meraih medali emas berkat kedahsyatannya di clean and jerk (168 kg, rekor olimpiade yang baru; total angkatannya 293 kg).
Jika saja medali tidak cuma diperuntukkan bagi total gabungan angkatan snatch dan clean and jerk, Jadi bakal meraih perunggu olimpiade. Pasalnya, dari 18 kontestan di kelas 56 kg, hanya 2 lifter yang pencapaian snatch lebih unggul atas Jadi. Mereka adalah Wu Jingbiao dari China (133 kg, akhirnya meraih perak dengan 289 kg) dan Khalil El Maoui dari Tunisia, dengan 132 kg. Masih ada 2 lifter lainnya yang bisa mengusung snatch 127 kg, tetapi Jadi unggul dalam penghitungan berat badan.
”Saya lihat, Yun Chol dan pelatihnya juga kaget dengan kemampuan Jadi di snatch,” kata Eddy. Jadi, lifter Pringsewu yang karier awalnya ditangani langsung oleh empu angkat besi, Imron Rosadi, itu akhirnya hanya menyelesaikan lomba sebagai peringkat kelima dengan total angkatan 277 kg. Namun, aksinya di snatch mencuri simpati penonton.
Ketika menemui wartawan di selasar gedung di luar gelanggang perlombaan, puluhan pengunjung bergelombang menemuinya. Mereka minta bersalaman, menyentuhnya, dan berfoto bersama Jadi.
”Ah, ternyata dia begitu mungil. Di panggung tadi dia terlihat lebih besar,” kata seorang penonton.
Sumber : Kompas.com
Namun, aksi tiga lifter mungil dari pedepokan Pringsewu Lampung dan Bekasi tetaplah menggentarkan lawan dan memukau penonton. Citra Febrianti, Jadi Setiadi, dan Mohammad Hasbi memang kalah secara keseluruhan lomba. Namun, layak dicatat, mereka mencuri keunggulan di bagian tertentu perlombaan.
Minggu lalu, berlomba di kelas 53 kilogram putri, Citra (25) adalah salah satu pelanduk yang mengiringi tiga harimau dunia di kelas itu. Di kelas tersebut hadir Zulfiya Chinshanlo (Kazakhstan), juara dunia sejak 2010, lalu juara Asia yang mantan juara dunia yunior Hsu Shu-ching (Taiwan), dan juara Eropa Christina Iovu dari Moldova. Citra yang cuma setinggi 152 sentimeter datang ke arena angkat besi di ExCeL Arena, London, Inggris, sebagai kuda hitam.
Di akhir laga, ia berada di posisi keempat, dengan total angkatan 206 kg, angkatan terbaiknya selama ini. Perjuangan Citra menuju London menjadi perhatian besar.
Pasalnya, pada Kejuaraan Asia Angkat Besi di Pyeongtaek, Korea Selatan, April 2012, Citra pernah terjatuh dan tidak sadarkan diri di arena. Itu terjadi saat Citra melakukan angkatan clean and jerk. Tiba-tiba barbel terlepas dan ia terjatuh. Dokter yang bertugas di kejuaraan itu langsung menolong Citra. Napas buatan bahkan juga diberikan. Karena kondisinya itu, Citra lalu dibawa ke rumah sakit. Dokter menyatakan Citra kelelahan saja.
Kondisi fisik Citra itu membuat Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) Utama sempat khawatir. Namun, pelatih dan pemilik pedepokan angkat besi Gajah Lampung di Pringsewu, Imron Rosadi, memastikan bahwa Citra baik-baik saja. Citra siap mengalahkan lawannya.
Angkatan Citra pun melebihi prediksi Imron dan Satlak Prima. Semula, keduanya memprediksi, apabila di kelas 53 kg China menurunkan lifternya, Citra bisa masuk enam besar. Apabila lifter China tidak turun, peluang Citra adalah lima besar. Melihat daftar peserta, rival terberat Citra seperti yang diprediksi, yaitu Chinshanlo dan Hsu Shu-ching.
Berdasarkan catatan, angkatan total Citra di Pyeongtaek adalah 197 kg. Di Kejuaraan dunia Antalya Turki 2010, total angkatan Citra 201 kg. Di London, lifter kelas 53 kg putri itu membukukan angkatan total 206 kg.
”Luar biasa, angkatan Citra melebihi prediksi dan masuk empat besar,” ujar Koordinator Cabang Terukur Satlak Prima Utama Sebastian Hadi Wihardja dari London.
Ikut kata pelatih Berlaga di hadapan sekitar 6.000 penonton, Citra cuma punya satu rencana berlomba: mengikuti semua perintah pelatihnya.
”Saya cuma (bermodalkan) berani. Yakin, tetapi tetap mawas diri, dan apa yang disuruh pelatih saya ikuti,” kata Citra seusai perlombaan.
Ketaatan tanpa reserve itu ditunjukkan Citra saat pelatihnya, Eddy Santoso, mencoret angka 92 kg sebagai pilihan kesempatan terakhir (ketiga) angkatan snatch diubah ke 94 kg. Citra baru saja sukses mengusung barbel 91 kg. Namun, Eddy melihat Chinshanlo, Hsu, dan Iovu menaruh angka minimal 95 kg.
”Kalaupun dia bisa mengangkat 92 kg, itu tak ada gunanya. Jadi, saya taruh 94 kg,” kata Eddy. Ia mengungkapkan strategi agar Citra tetap bisa bersaing di babak kedua, angkatan clean and jerk. Citra memang gagal. Namun, dengan torehan 115 kg di clean and jerk, Citra mengakhiri lomba sebagai peringkat keempat sekaligus satu-satunya lifter non-peraih medali yang bisa mengusung barbel total di atas 200 kg dalam laga itu.
Emas diraih Chinshanlo si remaja 19 tahun (226 kg, di clean and jerk 131 kg yang menjadi rekor dunia dan olimpiade), perak diraih Hsu (219 kg), dan perunggu digenggam Iovu (219 kg, perunggu karena bobot badannya lebih berat daripada Hsu).
”Dalam semua perlombaan sebelumnya, Citra belum pernah angkat bobot seberat ini. Saat latihan memang dia bisa mengangkat di kisaran ini, tetapi dalam periode latihan berat tubuh atlet masih di atas berat badan saat kompetisi,” kata Eddy.
Beberapa jam sebelumnya, Jadi Setiadi, ayah tiga anak yang tingginya juga 152 sentimeter, berlomba di kelas 56 kg putra. Pelanggan juara SEA Games sejak 2003 itu turun di Grup B. Di angkat besi, lomba setiap kelas umumnya berlangsung dalam dua grup untuk mengurangi durasi perlombaan yang terlalu panjang sehingga melelahkan atlet akibat lama menunggu. Lifter yang mengajukan target angkatan yang lebih berat akan berlomba di Grup A (digelar sore) dan yang lebih ringan di Grup B.
Di grupnya, Jadi tampil luar biasa di babak angkatan snatch. Dia mengusung barbel 127 kg, 2 kg lebih berat daripada yang bisa diangkat lifter Korea Utara, Om Yun Chol, yang akhirnya meraih medali emas berkat kedahsyatannya di clean and jerk (168 kg, rekor olimpiade yang baru; total angkatannya 293 kg).
Jika saja medali tidak cuma diperuntukkan bagi total gabungan angkatan snatch dan clean and jerk, Jadi bakal meraih perunggu olimpiade. Pasalnya, dari 18 kontestan di kelas 56 kg, hanya 2 lifter yang pencapaian snatch lebih unggul atas Jadi. Mereka adalah Wu Jingbiao dari China (133 kg, akhirnya meraih perak dengan 289 kg) dan Khalil El Maoui dari Tunisia, dengan 132 kg. Masih ada 2 lifter lainnya yang bisa mengusung snatch 127 kg, tetapi Jadi unggul dalam penghitungan berat badan.
”Saya lihat, Yun Chol dan pelatihnya juga kaget dengan kemampuan Jadi di snatch,” kata Eddy. Jadi, lifter Pringsewu yang karier awalnya ditangani langsung oleh empu angkat besi, Imron Rosadi, itu akhirnya hanya menyelesaikan lomba sebagai peringkat kelima dengan total angkatan 277 kg. Namun, aksinya di snatch mencuri simpati penonton.
Ketika menemui wartawan di selasar gedung di luar gelanggang perlombaan, puluhan pengunjung bergelombang menemuinya. Mereka minta bersalaman, menyentuhnya, dan berfoto bersama Jadi.
”Ah, ternyata dia begitu mungil. Di panggung tadi dia terlihat lebih besar,” kata seorang penonton.
Sumber : Kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar